Seikat dusta dan sekeranjang harap
dengan seikat dusta dan sekeranjang harap
tergelincir degup rindu
lewat waktu di musim gugur
kau kemas pagi yang palsu
pada setangkup sajak, kauraup
dari derai tawa yang hampa
penawar kisah langit, masih saja berdinding palsu
mungkin cerita ini selalu sama
luka selalu kejam
berulang pada pagi yang palsu
dan kau sengaja tanamkan aku dalam tamanmu
: ah, besok masih jauh, katamu
letup mimpi di tikungan selanjutnya tetap menyala
dan akutak pernah mengerti
bahwa air mata adalah manusia
yang terbaca pada matamu sebening kaca
namun, sepanjang kantuk aku tetap menunggu
mendongeng kecoh yang tak pernah alpa
menanti langkah yang pada akhirnya,
meredup entah kemana
PBR, 12 Januari 2011
Dalam perjalanan yang tak sempat sampai
/i/
dan kaupun merasakan lumpur pertama
pada usiamu yang beranjak 15 tahun dengan sepetak kering hijau sawah didalamnya
sungai-sungai mengalir tanpa rambu yang mengatur jarak menabrak senja
bertemu mati di bawah kaku, tak lagi menampung cahaya sejarah
semua seakan tak terusik dalam kekeringan bathin
di bawah biasnya rembulan melengket debu di ujung daun
belatipun menari menyambut bidadari yang cemburu pada dunia
disebuah penghianatan, senyum membelai ingatan
menabik – pagi hari
:di embun pertama menyelip racun
/ii/
seperti mata kami, dan sungai resah semakin panjang mengalir
gemuruh tak lagi bersenandung pada sesak yang kemak
di selokanselokan, kita lewati loronglorong desa yang mati
sawahsawah mengirim bau tunas yang tak tumbuh
gelagat musim berkicau kalenderkalender yang gemetar
lewat lupa yang terbaca dari isyarat alam penuh bingkai rahasia
hampa membatin sepetak rumput kering di tanah kering
12.00pm: 201201
Untuk Kau yang Selalu memberi Jiwa di Gambarmu
Kubangun rasa lewat jepretan lensa yang mengkilau
: untukmu—usia mencekal lepas
kunikmati keteduhan pandanganmu yang membias dari danau
tempat kau dan dia mengucap nafas gelora yang membakar dalam semu
apa pun simbol petikan kamera, kau terlelap
diafragma meninggi lalu ISO menukik sehingga gambarku menjadi blur
tertawalah! Mesti sakit, itu yang kubaca dari pupilmu yang mengecil menangkap objek rimbun bebayang senyum menjamur jaga
akuingin menikmati jiwamu, biarpun itu lepas dari sentuhansentuhan
yang tak kan bergetar untukku
dankau selalu memberikan jiwa di setiap angle memotretku
--lusuh, tak tumbuh
lepas pada alpa yang setia
20.30pm, Januari 232011
AFRIYANTI Lahir di Sungaipakning, April 1989. Mahasiswi Broadcsting Ilmu Komunikasi UIN SUSKA. Peminat Sastra dan aktif menulis cerpen dan puisi. Berberapa karya pernah dimuat di Riaupos laman Budaya dan Ekspresi, Majalah Sagang dan Koran kampus dan termaktub dalam buku “rahasia hati” antologi penyair muda Riau 2010 dan Festival Mojokerto. Berkecimpung di Sekolah Menulis Paragraf di Pekanbaru-Riau.
Email; yirfa_amour7@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar