Rabu, 23 November 2011

The schoolar

       Alhamdulillah, gelar sarjana akhirnya kuraih juga meskipun hambatan untuk melewati jembatan itu penuh rintangan. Demikian suatu ketika keinginan tak sesuai. gelar ini bukan hanya sekedar gelar melainkan beban yang sangat berat dalam mengaplikasikannya di dunia kerja. Sekarang aku sudah bekerja disalah satu Televisi lokal di Pekanbaru, namun tidak seindah yang orang bayangkan sehingga timbul niat ingin meluruhkan kemampuan yang ada dan berganti profesi. Mungkin inilah yang dinamakan hambatan dalam cobaan itu. Namun, pernahkah kalian berpikir bahwa bekerja di media itu mengasyikkan?? Yaa, kalau dipandang dari segi estetika, dunia kerja di media mesti mampu melakoni itu semua.
      Baru aku menyadari, dunia kerja sangat berbeda dengan dunia kampus. Disinilah kita baru tahu bahwa sebenarnya kita bukanlah siapa-siapa dan sangat bodoh. Untuk menimbulkan ide kreatif ketika dikampus, semuanya pupus dan terbengkalai. Bukan mudah untuk menjadi seorang broadcaster dan tidak ada yang tidak mungkin untuk menjadi seorang broadcaster itu....:))
       Detik berlalu dengan menit dan jam. Begitulah seterusnya. Baru aku merasa, mungkin benar apa yang dikatakan oleh dosenku dulu, bahwa di dunia kerja seorang broadcaster harus penuh dengan imaginasi dan mampu untuk mengaplikasikannya. Ketika aku memasuki dunia itu dan mendapatkan mereka yang tidak dari jurusannya masing-masing, barulah aku tahu kenapa dosenku itu lebih meninggalkan televisi lokal ini dan menciptakan sendiri sumber penghasilannya...

       Bukankah Hidup itu sederhana, kawan??. Mungkin sama dengan teman-temanku lainnya, aku juga akan lari dari dunia seharusnya kami jejaki. Dunia dimana aku dan teman-teman pernah bersama-sama mencurahkan mimpi kami untuk dunia, bukan hanya untuk diri kami sendiri. Suatu ketika engkau akan sadar dan mengerti mengapa dunia itu sederhana...dan mengapa kami belum mampu masuk ke dunia itu.
        Rata-rata semua teman-temanku juga tidak pada posisi yang seharusnya kami ambisikan dahulunya. ada yang menjadi guru, kerja di Bank-Bank, dan lain sebagainya. Sedikit sekali rasanya yang masuk ke dunia kerja tepatnya di Media...
    Aku pernah menyesali kenapa tawaran demi tawaran kerja tidak dibagian media kuabaikan begitu saja. Sekarang barulah omset pemikiranku merancu entah kemana-mana. dalam hatiku berkata, "Semuanya bakal baik-baik saja."
Namun, akankah aku tetap bertahan di dunia media ini??! Entahlah....

Jumat, 06 Mei 2011

Ayok tetap menulis


Seikat dusta dan sekeranjang harap
dengan seikat dusta dan sekeranjang harap
tergelincir degup rindu
lewat waktu di musim gugur
kau kemas pagi yang palsu
pada setangkup sajak, kauraup
dari derai tawa yang hampa

penawar kisah langit, masih saja berdinding palsu

mungkin cerita ini selalu sama
luka selalu kejam
berulang pada pagi yang palsu
dan kau sengaja tanamkan aku dalam  tamanmu
: ah, besok masih jauh, katamu
letup mimpi di tikungan selanjutnya tetap menyala
dan akutak pernah mengerti
bahwa air mata adalah manusia
yang terbaca pada matamu sebening kaca

namun, sepanjang kantuk aku tetap menunggu
mendongeng kecoh yang tak pernah alpa
menanti langkah yang pada akhirnya,
meredup entah kemana
PBR, 12 Januari 2011




Dalam perjalanan yang tak sempat sampai
/i/
dan kaupun merasakan lumpur pertama
pada usiamu yang beranjak 15 tahun dengan sepetak kering hijau sawah didalamnya

sungai-sungai mengalir tanpa rambu yang mengatur jarak menabrak senja
bertemu mati di bawah kaku, tak lagi menampung cahaya sejarah

semua seakan tak terusik dalam kekeringan bathin
di bawah biasnya rembulan melengket debu di ujung daun

belatipun menari menyambut bidadari yang cemburu pada dunia
disebuah penghianatan, senyum membelai ingatan
menabik – pagi hari
:di embun pertama menyelip racun

/ii/
seperti mata kami, dan sungai resah semakin panjang mengalir
gemuruh tak lagi bersenandung pada sesak yang kemak

di selokanselokan, kita lewati loronglorong desa yang mati
sawahsawah mengirim bau tunas yang tak tumbuh
gelagat musim berkicau kalenderkalender yang gemetar
lewat lupa yang terbaca dari isyarat alam penuh bingkai rahasia

hampa membatin sepetak rumput kering di tanah kering

12.00pm: 201201



Untuk Kau yang Selalu memberi Jiwa di Gambarmu

Kubangun rasa lewat jepretan lensa yang mengkilau
: untukmu—usia mencekal lepas
kunikmati keteduhan pandanganmu yang membias dari danau
tempat kau dan dia mengucap nafas gelora yang membakar dalam semu
apa pun simbol petikan kamera, kau terlelap
diafragma meninggi lalu ISO menukik sehingga gambarku menjadi blur
tertawalah! Mesti sakit, itu yang kubaca dari pupilmu yang mengecil menangkap objek rimbun bebayang senyum menjamur jaga
akuingin menikmati jiwamu, biarpun itu lepas dari sentuhansentuhan
yang tak kan bergetar untukku
dankau selalu memberikan jiwa di setiap angle memotretku
--lusuh, tak tumbuh
lepas pada alpa yang setia
 20.30pm, Januari 232011


AFRIYANTI Lahir di Sungaipakning, April 1989. Mahasiswi Broadcsting Ilmu Komunikasi UIN SUSKA. Peminat Sastra dan aktif menulis cerpen dan puisi. Berberapa karya pernah dimuat di Riaupos laman Budaya dan Ekspresi, Majalah Sagang dan Koran kampus dan termaktub dalam buku “rahasia hati” antologi penyair muda Riau 2010 dan Festival Mojokerto. Berkecimpung di Sekolah Menulis Paragraf di Pekanbaru-Riau.
Email; yirfa_amour7@yahoo.com

Selasa, 12 April 2011

Karya Lama "puisi terbit di majalah sagang, Mei 2010"


Karya; AFRIYANTI
Mahasiswi UIN SUSKA-Riau
Anggota Paragraf angkatan II

PEREMPUAN CINTA
Aku datang atas nama cinta
Yang t’lah hadir dari nafas nirwana
Memberikan aku kasih tanpa siksa
Lalu…
Perempuan pergi karena cinta
Membawa mawar yang katanya lambang cinta
Cinta itu apa?
Cinta kata yang hangat tanpa dusta
Dan…
Cinta, tawa, canda
Untaian kata yang membara
Walau samudra di genangi racun jingga
Bagiku…
Cinta segalanya
Bukan untuk mereka atau dia
Tapi untuk perempuan yang mengeluarkan ku,
    dari dunia

Ruang sunyi, 24 Maret 2010



HINA
Aku terhina,
Oleh kata-kata tanpa makna

Ruang sunyi, 24 Maret 2010

MAKNA
Tak sudah-sudah tengok
Tak sudah-sudah jeling
Tak sudah-sudah ucap
Geram…
Gigilku menggema
Menantikan saat itu tiba
Untuk menanyakan,
Apa itu, makna!

Ruang sunyi, 24 Maret 2010


Kematian dengan cinta
Ku hidup dalam-Nya, dan
    ketika ku tinggal dengan-Nya
    aku pun jatuh cinta kepada-Nya

Aku hidup karena cinta
    dan kematian dengan cinta,
Itulah kehidupan

Rindu itu kehidupan,
     Cinta itu kematian
     Hasrat itu pilihan,
Pilihan akan kehidupan
dan,
Aku pun hidup dalam
Kematian
               
Aku tak tahu
Entah...
Siapa tak tahu kan tahu
Siapa tahu kan ragu
Siapa ragu kan gagu
Siapa gagu semuanya bisu

Entah...
Bibirku kelu, ragu, nan layu
Galau menyertaiku
Ketakutan mentertawaiku

Entahlah...
     haru jadi pilu
Sepanjang ucapku,
Aku tak tahu


Relung kebisuan
Diam,
tanpa kata-kata
Bisu bernostalgia
Sirna merajalela
Pasrah,
dalam kubangan,
Relung kebisuan

HAMPA

Aku termenung
Untuk sesaat kutemukan tahun-tahun
yang mati
Menggenggam tangan maut meremas
kegelapan yang purba

Aku memang tak pernah menyentuh
angkasa
Memetik awan yang bergantungan
bagaikan bunga
Aku memang orang terbuang
berdiri tegak pada simpang
kehidupan
Tatap bola mataku tajam, memandang
hari depan
yang t’lah lama merindukan asa,
berpeluh sejuta hampa….


AIR MATA IBU
Sesak…Sepi…Sedih…
Lembayung senja mulai redup dikala fajar menyingsing
segudang amarah, segunung benci, sedalam samudranya dendam.
kapan dan dimana seuntai asa dan lara
yang selalu mencekam kegundahan hati…….
seperti pisau yang menancap didada dan tidak bisa dicabut lagi
tapi! kenapa aku tidak mati??
hatiku, jiwaku, hidupku, hilang dilenyap bumi.
senyumku, tawaku ikut pergi bersamamu.
air mata itu pergi dalam derunya angin
mengoyak legenda lama jadi berkas-berkas usang
menggali kubur-kubur semi di musim kematian

Air mata ibu…
mencoba  menguatkan, mencoba meluluh lantakkan jiwa dan raga ini
mengharapkan anaknya kembali seperti sediakalanya
menangis,….meraung meratapi diri.
Air mata ibu….!!

Ini bukan akhir dari cerita kita anakku.
Bangkitlah dari keterpurukanmu.
Jangan engkau biarkan waktu-waktu meninggalkanmu
Kejarlah waktu hingga batas usiamu.

Air mata ibu,…..
Jatuh  membasahi duniaku yang gersang.

Belajar Naskah


FADE IN:

01.     EXT.GAMBARAN KOTA BERTUAH PEKANBARU DI SHUBUH HARI HINGGA SUNRISE
ESTABLISHING SHOT : Para penduduk Pekanbaru saat pagi hari-lalu lalang. Ada yang duduk-duduk di koridor. Ada yang mendorong gerobak jualannya, ada yang menjual koran di lampu merah, semuanya sibuk dengan aktifitas masing-masing. Kesibukkan khas kota Pekanbaru.
Follow shot (FS) Dario (anak SD) yang sedang bercermin sambil menirukan gaya foto di dindingnya. Ia memakai dasi dan topi lalu ransel yang disandarkan dibahu. Tangan kanannya memegang tali ransel, sementara tangan kiri di saku celana.
Dario berangkat ke sekolah melewati lorong-lorong sumpek di sekitar rumahnya.
Setibanya di Sekolah, di salah satu ruangan, Dario berhenti. Ia mendengarkan pembicaraan kepala sekolah dengan salah satu guru.
Ia ragu-ragu sejenak sebelum mengetuk pintu.
Dari dalam (O.S) terdengar suara yang berat mempersilahkan masuk.
Dario memutar handle pintu dan melongokkan kepalanya ke dalam.

CUT TO BLACK :
Title slate : MERAH PUTIH

CUT TO :

02.INT. RUANG KEPALA SEKOLAH – PAGI HARI
     Pemain: Dario, kepala sekolah

Dario dan kepala sekolah kelas berhadap-hadapan di ruangan kepala sekolah yang dibatasi oleh meja kecil dengan sebuah vas bunga di atasnya. Kepala sekolahnya terlihat santai, Dario agak gugup.
Close Shot : kepala sekolah duduk  agak menyandar kesandaran kursi dengan jari-jari tangannya di satukan di dada sambil digerak-gerakkan.

KEPALA SEKOLAH
Jadi sekarang tolong ceritakan, ada masalah apa, Dario?

BCU: Dari POV-nya kepala sekolah tersenyum melihat dario yang begitu gugup dan terselip kebenarian untuk anak seusia dia masuk ke ruang kepala sekolah.
CLOSE SHOT : KAMERA BERPINDAH KE DARIO. DIA SEKARANG MEMANDANG KELUAR. DARI POV-NYA KITA DAPAT MELIHAT BUNGA KEMUNING YANG GUGUR DIGUYUR HUJAN PAGI HARI.
                 DARIO
          (O.S. pelan)
 Sa…..sa...sa….biar saya saja yang mencuci bendera sekolah kita ini, Pak!

03 .EXT. HALAMAN  SEKOLAH DARIO – SIANG.(HARI 1)
Pemain : DARIO, Ibu Tati.

CLOSE UP : DARIO berlari menuju kelas. ia terlambat. Sepatunya yang kebesaran menyapu debu, membuat debu  berterbangan ketika ia berlari. wajahnya basah oleh keringat, dan napasnya tersengal-sengal. HARI ITU DIA TIDAK MEMAKAI SERAGAM MERAH PUTIH, TETAPI BAJU PUTIH DENGAN CELANA PRAMUKA. di depan pintu kelas, ia berhenti, memegang dada, dan dengan ragu-ragu mengetuk pintu.

                 IBU TATI
          (O.S. Agak keras)
 Silahkan masuk!

dario  membuka pintu. setelah pintu terbuka, dia berdiri saja di depan pintu.

02.     EXT. SEKOLAH DARIO – SIANG.
Pemain : Ibu Tati, teman-teman sekelas Dario

establishing shot : GEDUNG sekolah dario yang terbuat dari kayu. sebagian dindingnya sudah lapuk dan atap sengnya sudah berkarat. sekolah itu  hanya mempunyai dua kelas.
(O.S)  terdengar suara lonceng dan murid-murid kelas 5 berlarian menuju halaman kelas, tempat upacara.
Close Up : Ibu Tati berdiri di depan pagar kayu,menunggu dario. pagi itu, dario menjadi salah satu petugas pembaca bendera dan dario juga telah menawarkan untuk mencucikan bendera yang sudah kusam itu.

04.EXT.FLASH BACK- KEDIAMAN DARIO– DI DAERAH KUMUH-SUBUH HARI SEBELUM SEKOLAH.
long SHOT :  kamera bergerak pelan keluar dari sebuah sudut. kita berada di sebuah perkampungan yang KUMUH DI SUDUT PERKOTAAN. terlihat rumah-rumah yang ditinggalkan dan sekolah-sekolah yang roboh. gambaran desa yang infrastrukturnya berantakan YANG TIDAK DIPERHATIKAN OLEH PEMERINTAH.Sementara kamera menyorot perkampungan itu,terdengar suara DARIO YANG RICUH BERTANYA TENTANG KEBERADAAN IBUNYA.
dario berlari hingga tersungkur mencari ibunya yang membawa bendera di atas tempat cucian baju yang telah dicuci. ibu dario bekerja sebagai pencuci baju di berbagai tempat orang kaya.

DISSOLVE TO :

05.EXT. HALAMAN SEKOLAH dario – pagi- cerah
Pemaian : DARIO, murid-murid, Ibu Tati

KAMERA BERPINDAH KELUAR. MENYOROT KESELURUHAN MURID-MURID. CU- IBU TATI(WALI KELAS)DENGAN WAJAH YANG GELISAH MENUNGGU DARIO.
              IBU TATI (O.S)
              (Cont.)
    Ibu berjalan mundar-mandir sambil melihat jam di tangannya, bahwa upacara akan segera di mulai, sementara petugas dan benderanya belum juga muncul.