Selasa, 12 April 2011

Karya Lama "puisi terbit di majalah sagang, Mei 2010"


Karya; AFRIYANTI
Mahasiswi UIN SUSKA-Riau
Anggota Paragraf angkatan II

PEREMPUAN CINTA
Aku datang atas nama cinta
Yang t’lah hadir dari nafas nirwana
Memberikan aku kasih tanpa siksa
Lalu…
Perempuan pergi karena cinta
Membawa mawar yang katanya lambang cinta
Cinta itu apa?
Cinta kata yang hangat tanpa dusta
Dan…
Cinta, tawa, canda
Untaian kata yang membara
Walau samudra di genangi racun jingga
Bagiku…
Cinta segalanya
Bukan untuk mereka atau dia
Tapi untuk perempuan yang mengeluarkan ku,
    dari dunia

Ruang sunyi, 24 Maret 2010



HINA
Aku terhina,
Oleh kata-kata tanpa makna

Ruang sunyi, 24 Maret 2010

MAKNA
Tak sudah-sudah tengok
Tak sudah-sudah jeling
Tak sudah-sudah ucap
Geram…
Gigilku menggema
Menantikan saat itu tiba
Untuk menanyakan,
Apa itu, makna!

Ruang sunyi, 24 Maret 2010


Kematian dengan cinta
Ku hidup dalam-Nya, dan
    ketika ku tinggal dengan-Nya
    aku pun jatuh cinta kepada-Nya

Aku hidup karena cinta
    dan kematian dengan cinta,
Itulah kehidupan

Rindu itu kehidupan,
     Cinta itu kematian
     Hasrat itu pilihan,
Pilihan akan kehidupan
dan,
Aku pun hidup dalam
Kematian
               
Aku tak tahu
Entah...
Siapa tak tahu kan tahu
Siapa tahu kan ragu
Siapa ragu kan gagu
Siapa gagu semuanya bisu

Entah...
Bibirku kelu, ragu, nan layu
Galau menyertaiku
Ketakutan mentertawaiku

Entahlah...
     haru jadi pilu
Sepanjang ucapku,
Aku tak tahu


Relung kebisuan
Diam,
tanpa kata-kata
Bisu bernostalgia
Sirna merajalela
Pasrah,
dalam kubangan,
Relung kebisuan

HAMPA

Aku termenung
Untuk sesaat kutemukan tahun-tahun
yang mati
Menggenggam tangan maut meremas
kegelapan yang purba

Aku memang tak pernah menyentuh
angkasa
Memetik awan yang bergantungan
bagaikan bunga
Aku memang orang terbuang
berdiri tegak pada simpang
kehidupan
Tatap bola mataku tajam, memandang
hari depan
yang t’lah lama merindukan asa,
berpeluh sejuta hampa….


AIR MATA IBU
Sesak…Sepi…Sedih…
Lembayung senja mulai redup dikala fajar menyingsing
segudang amarah, segunung benci, sedalam samudranya dendam.
kapan dan dimana seuntai asa dan lara
yang selalu mencekam kegundahan hati…….
seperti pisau yang menancap didada dan tidak bisa dicabut lagi
tapi! kenapa aku tidak mati??
hatiku, jiwaku, hidupku, hilang dilenyap bumi.
senyumku, tawaku ikut pergi bersamamu.
air mata itu pergi dalam derunya angin
mengoyak legenda lama jadi berkas-berkas usang
menggali kubur-kubur semi di musim kematian

Air mata ibu…
mencoba  menguatkan, mencoba meluluh lantakkan jiwa dan raga ini
mengharapkan anaknya kembali seperti sediakalanya
menangis,….meraung meratapi diri.
Air mata ibu….!!

Ini bukan akhir dari cerita kita anakku.
Bangkitlah dari keterpurukanmu.
Jangan engkau biarkan waktu-waktu meninggalkanmu
Kejarlah waktu hingga batas usiamu.

Air mata ibu,…..
Jatuh  membasahi duniaku yang gersang.

Belajar Naskah


FADE IN:

01.     EXT.GAMBARAN KOTA BERTUAH PEKANBARU DI SHUBUH HARI HINGGA SUNRISE
ESTABLISHING SHOT : Para penduduk Pekanbaru saat pagi hari-lalu lalang. Ada yang duduk-duduk di koridor. Ada yang mendorong gerobak jualannya, ada yang menjual koran di lampu merah, semuanya sibuk dengan aktifitas masing-masing. Kesibukkan khas kota Pekanbaru.
Follow shot (FS) Dario (anak SD) yang sedang bercermin sambil menirukan gaya foto di dindingnya. Ia memakai dasi dan topi lalu ransel yang disandarkan dibahu. Tangan kanannya memegang tali ransel, sementara tangan kiri di saku celana.
Dario berangkat ke sekolah melewati lorong-lorong sumpek di sekitar rumahnya.
Setibanya di Sekolah, di salah satu ruangan, Dario berhenti. Ia mendengarkan pembicaraan kepala sekolah dengan salah satu guru.
Ia ragu-ragu sejenak sebelum mengetuk pintu.
Dari dalam (O.S) terdengar suara yang berat mempersilahkan masuk.
Dario memutar handle pintu dan melongokkan kepalanya ke dalam.

CUT TO BLACK :
Title slate : MERAH PUTIH

CUT TO :

02.INT. RUANG KEPALA SEKOLAH – PAGI HARI
     Pemain: Dario, kepala sekolah

Dario dan kepala sekolah kelas berhadap-hadapan di ruangan kepala sekolah yang dibatasi oleh meja kecil dengan sebuah vas bunga di atasnya. Kepala sekolahnya terlihat santai, Dario agak gugup.
Close Shot : kepala sekolah duduk  agak menyandar kesandaran kursi dengan jari-jari tangannya di satukan di dada sambil digerak-gerakkan.

KEPALA SEKOLAH
Jadi sekarang tolong ceritakan, ada masalah apa, Dario?

BCU: Dari POV-nya kepala sekolah tersenyum melihat dario yang begitu gugup dan terselip kebenarian untuk anak seusia dia masuk ke ruang kepala sekolah.
CLOSE SHOT : KAMERA BERPINDAH KE DARIO. DIA SEKARANG MEMANDANG KELUAR. DARI POV-NYA KITA DAPAT MELIHAT BUNGA KEMUNING YANG GUGUR DIGUYUR HUJAN PAGI HARI.
                 DARIO
          (O.S. pelan)
 Sa…..sa...sa….biar saya saja yang mencuci bendera sekolah kita ini, Pak!

03 .EXT. HALAMAN  SEKOLAH DARIO – SIANG.(HARI 1)
Pemain : DARIO, Ibu Tati.

CLOSE UP : DARIO berlari menuju kelas. ia terlambat. Sepatunya yang kebesaran menyapu debu, membuat debu  berterbangan ketika ia berlari. wajahnya basah oleh keringat, dan napasnya tersengal-sengal. HARI ITU DIA TIDAK MEMAKAI SERAGAM MERAH PUTIH, TETAPI BAJU PUTIH DENGAN CELANA PRAMUKA. di depan pintu kelas, ia berhenti, memegang dada, dan dengan ragu-ragu mengetuk pintu.

                 IBU TATI
          (O.S. Agak keras)
 Silahkan masuk!

dario  membuka pintu. setelah pintu terbuka, dia berdiri saja di depan pintu.

02.     EXT. SEKOLAH DARIO – SIANG.
Pemain : Ibu Tati, teman-teman sekelas Dario

establishing shot : GEDUNG sekolah dario yang terbuat dari kayu. sebagian dindingnya sudah lapuk dan atap sengnya sudah berkarat. sekolah itu  hanya mempunyai dua kelas.
(O.S)  terdengar suara lonceng dan murid-murid kelas 5 berlarian menuju halaman kelas, tempat upacara.
Close Up : Ibu Tati berdiri di depan pagar kayu,menunggu dario. pagi itu, dario menjadi salah satu petugas pembaca bendera dan dario juga telah menawarkan untuk mencucikan bendera yang sudah kusam itu.

04.EXT.FLASH BACK- KEDIAMAN DARIO– DI DAERAH KUMUH-SUBUH HARI SEBELUM SEKOLAH.
long SHOT :  kamera bergerak pelan keluar dari sebuah sudut. kita berada di sebuah perkampungan yang KUMUH DI SUDUT PERKOTAAN. terlihat rumah-rumah yang ditinggalkan dan sekolah-sekolah yang roboh. gambaran desa yang infrastrukturnya berantakan YANG TIDAK DIPERHATIKAN OLEH PEMERINTAH.Sementara kamera menyorot perkampungan itu,terdengar suara DARIO YANG RICUH BERTANYA TENTANG KEBERADAAN IBUNYA.
dario berlari hingga tersungkur mencari ibunya yang membawa bendera di atas tempat cucian baju yang telah dicuci. ibu dario bekerja sebagai pencuci baju di berbagai tempat orang kaya.

DISSOLVE TO :

05.EXT. HALAMAN SEKOLAH dario – pagi- cerah
Pemaian : DARIO, murid-murid, Ibu Tati

KAMERA BERPINDAH KELUAR. MENYOROT KESELURUHAN MURID-MURID. CU- IBU TATI(WALI KELAS)DENGAN WAJAH YANG GELISAH MENUNGGU DARIO.
              IBU TATI (O.S)
              (Cont.)
    Ibu berjalan mundar-mandir sambil melihat jam di tangannya, bahwa upacara akan segera di mulai, sementara petugas dan benderanya belum juga muncul.

Senin, 11 April 2011

Lokasi "Taluk Kuantan-Kuansing"
sktr jam 10an,.
rintangan: kepeleset, tu2p kamera ilang...:(

Jumat, 08 April 2011

Aprilku

benar katamu, terkadang air mata lebih berharga dari senyuman.
berhentilah aku suatu ketika untuk bermain musim, karena musim itu tak lagi bisa kudapat. Tinta-tinta tak lagi bisa kuramu sendiri warnanya. belum puaskah kau menimba air mataku? setelah sekian lama aku menantimu di pintu itu.
Lihat, lihatlah tempat yang berserak asa itu, kawah yang mengacau sukma ketiadaan...
"ahh, sudahlah! bukankah waktu seperti secuil angin sepoi-sepoi," katamu.
biarkan aku menyendiri untuk kurun waktu yang sangat lama... hingga emas dan mata air itu bisa kugali sendiri.

DAFTAR ISTILAH DALAM PEMBUATAN FILM


DAFTAR ISTILAH

  • CLOSE UP : Pengambilan gambar jarak dekat, menitik beratkan bagian Subyek yang dianggap penting
  • CLOSE SHOT : Pengambilan gambar tokoh, benda atau objek 1/3 dari badan.
  • MOVE TO :  Pergerakkan kamera dari objek satu ke objek lain dalam satu scene
  • ESTABBLISHING SHOOT : Shoot Pengambilan suasana dalam suatu wilayah dalam area luas dari daratan maupun udara dengan peralatan scene atau peralatan pembantu
  • FADE IN : gambar dari gelap ke terang
  • FADE OUT : Gambar dari terang ke gelap
  • FLASHBACK : Untuk mengungkapkan Kejadian yang di belakang
  • FLASHFORWARD : Seorang tokoh sedang membayangkan adegan yang akan terjadi
  • DISSOLVING TO : Sebuah gambar atau adegan hilang ditumpuki gambar lain
  • INT/EXT : Untuk paduan tentang tempat, apakah pengambilan gambar di dalam ruangan atau di luar ruangan
  • FLASHESS : Kilasan beberapa adegan dari kehidupan tokoh untuk mempercepat tercapainya sebuah kondisi
  • CUT TO : Perpindahan ke adegan lain
  • CUT TO BLACK : Perpindahan ke tampakan layar bewarna hitam
  • CUT BACK TO : Perpindahan ke adengan sebelumnya
  • PAN DOWN :  gerakkan kamera ke arah bawah
  • O.S/OVER SOUND :  Suara yang sumbernya tidak diperlihatkan di dalam frame
  • P.O.V/POINT OF VIEW : Sudut pandang
  • TITLE SLATE : Tampakan judul
  • SCENE : Adegan
  • INTERCUT: Petunjuk yang mengindikasikan adanya beberapa kejadian di beberapa lokasi terpisah yang berlangsung dalam waktu yang bersamaan
  • CONT./CONTINUE : Dialog yang diucapkan secara berkelanjutan oleh karakter yang sama setelah diselingi dengan suatu kejadian.
  • EXTREME CLOSE UP : memperlihatkan bagian dari sebuah benda atau bagian tubuh manusia
  • Follow Shot. Shot yang diambil sambil mengikuti objeknya bergerak/berjalan
  • Full Shot (FS)  Shot yang mengambil objek secara keseluruhan.
  • Long Shot : Pengambilan jarak jauh, untuk memperlihatkan tempat dimana objek yang diambil berada.



termaktub dalam buku antologi puisi festival bulan purnama MajapahitTrowulan 2010


Episode terakhir dandelion
Bila setangkai dandelion basah gugur dipetang
usiamu. Carilah segera senja sebelum dijamah
purnama untuk masa depanmu. Mengikat episode-
episode yang akan terselesaikan dengan senja
yang lenggang-lenggok berlalu

Menguntai sepi tanpa jeda, mengulum hari-hari
basah di pematang. Meminang makna sebuah
kematian yang rumpang sambil mengutuk diri
akan episode senja dijamah purnama. Tersenyum
gila, mandi bersama angin
dan episode dandelion berakhir bersama purnama
Ruang sunyi, 14 April 2010

MUSIM
angin malam memesan gelombang
mencantumkan Oktober sebagai musim keramat
meninggalkan dendam dan sedu sedan
dalam kesendirian menciumi ketakutan
wujud tanpa bentuk, bayang tanpa warna
Lalu ku ukir perempuanku dengan darah
menjilati purnama yang tergelincir
mengerami waktu dan hari-hari murung
akan musim sepi yang harus bercerai dengan sedih
RS- 240510
Episode terakhir Dandelion dan Musim masuk dalam antologi puisi festival bulan purnama MajapahitTrowulan 2010

cerpen "HARAM" terbit di Majalah Sagang Mei 2010


Haram
“ Jangan menangis Bu. Biarkan lelaki itu pergi. Aku janji akan menggantikan sosok dia untukmu. Sosok yang tidak aku kenali. Hujan dimatamu kan ku ganti dengan mentari. Lendir keringat itu kan ku jadikan darah untuk penguat tubuhku”.
“ Jangan mengeluh Bu. Walau aku tidak sepintar Habibie, tidak sekuat Chris John, ku kan berusaha menjadi tongkat untukmu berjalan. Menjadi sapu tangan lusuh untuk meresapi lendir keringatmu, Bu”. 
“ Bulan masih memancar dengan warna keemasan. Walau aku tertegun menatap sosok gadis dibulan itu, bagiku Ibu masih tetap number satu dihatiku. Malam yang kelam menjadi indah dan menggairahkan. Bola mataku menjilati taburan bintang-bintang seperti titik embun dipagi hari ”.
“ Jangan pernah menyerah Bu. Aku akan hancur melihat Ibu lelah terbaring tanpa daya. Aku mati rasa jika Ibu tiada. Kehangatan kasihmu masih ku butuhkan sepanjang hidupku ”.
“ Tidurlah Bu. Tidur bersama dia dalam mimpimu. Ketika mentari muncul dari peraduannya, temani aku menjalani hidup ini, Bu! Malam masih panjang dan siang pasti akan datang”.
“Aku tahu ruangan ini. Ruangan yang dulu penuh cinta. Sayang sekali tadi siang beraroma dusta”.
Tangisan Ibu pecah seketika. Air matanya perlahan menuruni wajahnya yang putih dan sedikit keriput berakhir dibibirnya yang tidak simetris. Tangannya yang lemah gemulai mengusapi air mata yang sedari tadi berjatuhan tanpa henti di wajahnya. Basah. Jilbabnya juga ikutan basah. Bukan karena hujan, tetapi karena air mata yang tiada hentinya berderai.
***
Suara deritan pintu terdengar. Pintu rapuh seperti hati Ibu, perlahan-lahan terbuka. Ibu keluar dari kamar mungilnya. Menyediakan sarapan untukku. Kami sarapan bersama, aku dan Ibu. Ya, biasanya hanya makan malam saja kami bersama-sama. Makan siang ku selalu dikantin. Tapi kali ini aku menyempatkan waktu untuk sarapan berdua Ibu. Namun, makan malam selalu berdua. Makan malam adalah waktu kami bersama, tidak bisa diganggu-gugat.
“ Ibu belum pernah cerita tentang dia?”  Ibu tiba-tiba memandangku lurus-lurus.
“ Lelaki semalam?.”
“ Ya.“
“ Untuk apa? Membuat ibu menangis lagi?. “
Tiba- tiba Ibu menarik kedua tanganku dan menggenggamnya. Kami saling diam, saling pandang. Pagi yang hening. Aku menunggu kata-kata ibu, tapi Ibu hanya menghela nafas.
“ Kenapa?.”
“ Dia Ayahmu. ”
“ Ayah? “
Kata yang ganjil. Kata yang tak ku pahami dan pernah membuatku menjadi bahan olok-olok teman. Guru Agama di sekolah pernah bercerita tentang nabi isya yang dilahirkan tanpa Ayah. Tapi, aku bukan anak haram. Dalam satu hal, aku sama seperti nabi isya, tidak punya ayah. Bedanya, nabi isya memang lahir tanpa Ayah. Tapi, aku dilahirkan karena ada Ayah. Hanya saja dia…?
Teman-teman ku mempunyai Ayah. Kadangkala lelaki itu menjemput mereka di sekolah. Ayah dan anak saling ketawa, mesra, bercakap riang. Kadangkala aku merindukan Ayah. Rindu yang sangat membingungkan. Layaknya menginginkan sesuatu yang tidak pasti seperti tangisan bayi di tengah malam.
“ Ya.“
“ Tidak. Dia bukan Ayahku. Seorang ayah tidak akan meninggalkan keluarganya. Membiarkan aku membesar dengan bahan ejekan orang. “
“ Sebaiknya kamu tinggal dengan Ayahmu,” kata Ibu dengan suara serak.
“ Tidak. Aku tidak sudi.”
“ Mengapa dia meninggalkan kita? Mengapa dia membuat Ibu menangis?,” Kemarahan  menggumpal di tenggorokan.
“ Besok kamu tanyai dia. Mengapa?.”
Pertanyaan itu juga ada dikepalaku selama lebih dari tujuh belas tahun ini. “Mengapa?.” Air mata meleleh di pipi Ibu yang mulai keriput.
“ Aku hanya ingin tinggal bersama Ibu.”
“ Tapi kamu harus mendapatkan pendidikan yang layak.”
“ Pendidikan yang layak hanya bersama Ibu.”
Aku berkeputusan untuk tetap bersama Ibu. Hingga Allah memisahkan kami. Aku juga butuh Ayah. Tapi, yang paling ku butuh adalah Ibu.
Ayah meninggalkan kami saat aku masih meringkuk dalam rahim Ibu, belum tentu lahir hidup atau mati. Ibu hamil 3 bulan. Ayah menikahi wanita pilihan Ibunya. Aku benci nenek. Hanya karena harta, nenek sanggup mengorbankan aku dan Ibu. Keluarga Ayah, anaknya sendiri.
Ahh, biarlah aku dan hidup sederhana. Tanpa duka dan air mata. Walaupun Ayah sanggup untuk membiayai kuliahku dan tinggal bersamanya. Aku tidak sanggup meninggalkan Ibu. Namun, beberapa minggu ini kesehatan Ibu makin memburuk. Sekarang Ibu memang sedang sakit. Ibu jarang berbicara denganku. Kemarin, ia ku bawa ke dokter. Sakit pada tubuh bisa diobati. Sakit pada hati sampai mati.
***
“ Jangan diingat lagi Bu. Biarlah peristiwa yang membuat Ibu mengeluarkan air mata itu berakhir sampai disini.”
“ Jangan tinggalkan aku Bu. Aku masih ingin mendengarkan dongeng Ibu tentang kasih Ibu tiada bertepi. Aku masih butuhmu, Bu.”
Namun, kata-kata Ibu makin sayup semenjak kehadiran lelaki itu…..


By; Afriyanti
Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN SUSKA Riau
Aktif di Sekolah Menulis Paragraf angkatan II